IBU

                                  Ibu Adalah Segalanya Bagiku


Ibu melahirkan kita sambil menangis kesakitan. Masihkah Kita menyakitkan-nya? Masih mampukah kita tertawa melihat penderitaan-nya? Mencaki maki-nya? Melawan-nya? Memukul-nya? Mengacuhkan-nya? Meninggalkan-nya? Ibu tidak pernah mengeluh membersihkan kotoran kita waktu masih kecil, Memberikan ASI waktu kita bayi, Mencuci celana kotor kita, Menahan derita, Menggendong kita sendirian. SADARILAH bahwa di Dunia ini ga da 1 orang pun yang mau mati demi IBU, tetapi….. Beliau justru satu-satunya orang yang bersedia mati untuk melahirkan kita…. Kirimkan ke 10 orang agar IBU KITA PANJANG UMUR & SEHAT SELALU..





Bunda, tujuh belas tahun, usiaku esok, Sudah selama itukah aku menapaki hidup? Perasaan baru kemarin aku mengeja "Ini Budi" dan menghapal perkalian 3. Sepertinya baru kemarin aku merepotkanmu dengan pertanyaan-pertanyaan ibukota propinsi di Indonesia. Ah bunda, masih segar rasanya merengek-rengek ingin ikut ke kota bersamamu. Padahal sekarang aku bisa pergi kapan saja tanpa takut tidak ditemani.

Sudah selama itukah aku menjadi bebanmu? (Aku sangat yakin engkau tidak berkenan dengan penggunaan kata "beban"). Bagimu, aku adalah tempat untuk mengekspresikan banyak hal, kasih sayang, ketulusan, kebijaksanaan, keluhuran budi, kekayaan alami, kecerdasan, kearifan. Untukmu, aku adalah perwujudan cinta hakiki. Satu hari bunda menangis melihat darah yang keluar ketika aku terjatuh, dan bunda memelukku erat, "Sayang... berikan rasa sakit itu untuk bunda". Ah bunda, andai saat itu bisa kubujuk untuk kembali, aku tak akan meraung-raung dan tidak membuatmu khawatir, aku akan berkata "Aku baik-baik saja bunda".

My dear bunda,
surat ini sengaja aku tulis. Agar aku bisa menyapamu dengan agung, biar perasaan romantis ini bisa leluasa mengalir. Aku malu menyampaikannya secara langsung. Rasa terima kasih yang menggumpal dalam dada ini biarlah terangkai dalam kalimat-kalimat berirama sopran. Ah, bunda, aku tak punya keberanian untuk menyanjungmu terang-terangan, seperti yang selama ini bunda persembahkan. "Ayo sayang, tidurlah" atau "Duh anak bunda paling cantik sedunia" atau "Jangan begitu, bunda yakin kau anak pintar dan mampu melakukannya dengan baik" bahkan "Anak sholehah tak akan melakukan ini", "Geulis, pinter,sholeh......, anak gadis tak baik menyanyi di kamar mandi".

My love bunda,
Kedewasaan (sebuah kata yang kutemukan dalam pelajaran bahasa indonesia) seharusnya menjadi milik seorang yang berusia 17 tahun kan? He..he.. sepertinya aku akan meminta bantuanmu agar bisa memilikinya. Tolong yah!

Bunda, dalam sunyi, aku menyempatkan diri mengingat pesanmu bulan lalu "Seiring usia yang bertambah, sebaliknya jatah umur kita berkurang. Seseorang yang bergembira dengan hari kelahirannya, sesungguhnya dia bersuka dengan majunya kematian". Iya bunda, aku setuju dengan nasihatnya. Aku seharusnya menambah kadar mawas diri, memperbaiki kualitas akhlak dan kepribadian, semakin ringan menolong sesama, makin bijak dalam memilih dan tentu saja kian cendikia. "Tidak lupa diri". Itu tambah bunda kemudian.

Bunda, terima kasih sudah menyeberangkan aku ke usia ini dengan selamat. Terima kasih juga atas rambu-rambu yang senantiasa menjadi pengarah hingga aku tidak terantuk dan tersesat. Berjuta rasa bahagia, karena telah menjadi seorang ibu yang bijaksana, seorang yang selalu mewarnaiku dengan do'a-do'a ikhlas, seorang yang mendorongku untuk menjadi kaya ilmu dan budi. Jasa indah bunda tak terbilang. Aku hanya mampu menggoreskanya dalam sebentuk puisi sederhana:

Dia seperti Rimbun pohon kebijaksanaan,
Yang selalu naungi dunia kecil milikku
Sebarkan wangi kedamaian
tak henti memberiku semangat menapaki hidup

Dia, menjelma telaga teduh sepanjang waktu,
Tempatku bertambat, bermain dan bermimpi
Riak airnya membiakkan banyak kebahagiaan
Menemani segala bentuk hari yang ku lalui

Aku tak pernah mendapatinya kering,
Meski musim tidak terhitung berganti
Aku tak pernah melihatnya tumbang
Walau gelombang yang mendera bertubi-tubi

Dia tetap tersenyum menjumpaiku
Dia tetap membagi aku dengan kecupan sayang
Bunda, aku menyebutmu demikian

Dan bunda, malam ini sudah sepatutnya aku mengulurkan renda-renda do'a untuk mu. Doa yang bunda sendiri ajarkan. "Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, Sayangilah mereka seperti mereka menyayangi dan mendidik aku di waktu kecil".

My beloved bunda,
bila esok tiba, tak kan kusia-siakan untuk mereguk kebersamaan dengan engkau. Kesempatan untuk mendulang lebih banyak hal menakjubkan juga tidak akan kumubadzirkan. Engkau adalah orang terkuat di dunia kecilku, dalam naungan langit mungil yang selalu mengakrabkanku dengan dunia sebenarnya. Engkau adalah muara dari segala hal yang aku butuhkan. Aku tidak akan menjadi apa-apa bila keberadaanmu nihil. Dan bunda, bantu aku manjadi sosok yang diharapkanmu. Karena aku sadar, tidak mudah membangunnya sendirian. Akhirnya semoga bunda baik-baik saja. Semoga Allah selalu menyayangimu dengan memberimu kekuatan untuk selalu menyayangiku :). Bunda, tunggu aku besok, aku berjanji untuk membuatmu tersenyum menatap bola raksasa itu pergi ke kaki langit.

"Hueammmm" aku mengantuk, jam mungil yang tergantung memberitahuku bahwa jarum pendeknya sudah ada di angka 2.

Sekian dulu bunda.
Peluk cium dari ananda




Sorga di Bawah Telapak Kaki Ibu...


- "Ibu... Ibu... mau ke Ibu... " suara tangisan itu terdengar sangat
menyedihkan. Di keheningan tengah malam, di saat orang lain tertidur pulas,
ada seorang anak yang gelisah, tidak bisa tidur. Ketika dia terbangun, orang
yang sangat dicintainya tidak berada di sampingnya seperti biasa. Karena
keterbatasan ekonomi, Ibu yang single parent itu mengambil keputusan untuk
menitipkan puterinya di panti asuhan.

Masih terngiang bujukan si Ibu kepada anaknya, "Karena Ibu sayang sama kamu
nak, Ibu titipkan kamu di sini, kan kamu bilang kamu ingin sekolah ? Ibu ga
punya uang. Kamu harus sabar ya nak...atau kamu mau kita seperti dulu lagi ?
Jualan sambil hujan-hujanan atau kepanasan dan kalau "cape" tidur di pinggir
jalan ?" Percakapan antara ibu dan anak tersebut pastilah asing di telinga
kita yang punya sejuta nikmat. Sekolah tinggal sekolah, sarapan tinggal
makan atau kemana-mana diantar oleh supir. Ah, semoga kita termasuk
orang-orang yang bersyukur.

Kembali kepada si anak. Hatinya yang belum dirasuki oleh "hingar bingar"
dunia telah terpatri begitu kuat dengan hati si ibu. Teringat pula saya pada
seorang Ibu yang "sadis" kepada anaknya. Hampir setiap hari si anak dipukul
dengan bermacam-macam benda. Tapi hati yang "virgin" tadi tidak mau tahu,
Ibu tetaplah orang yang paling dicintainya. Ketika sang Ibu pergi, tangisan
yang dilantunkannya juga sama dengan tangisan anak yatim di atas yang hidup
dengan belaian Ibu penuh cinta. Wahai Ibu! Waktu akan cepat sekali berlalu,
anakpun dengan cepat bertambah usia. Hatinya tidak lagi "terkekang" oleh
cinta seorang Ibu. Banyak "tawaran" cinta di luar rumah yang akan
didapatnya. Seorang anak akan mulai menerjemahkan cinta sesuai dengan
kebutuhannya. Bila cinta ibu kalah bersaing, tidak akan cukup air mata untuk
mengembalikannya ke dalam pelukan.

Saya teringat kisah nyata yang ditulis oleh seorang Ibu (sebagai ibrah).
Karena karir, si Ibu lalai memperhatikan anaknya yang beranjak dewasa. Si
Mbok, pembantu yang setia dengan cinta polosnya telah mengisi seluruh ruang
batin puterinya, hingga tiap lembar diary sang puteri hanya bercerita
tentang si mbok, tidak selembarpun tersisa untuk menulis kenangan bersama
sang Ibu. Ketika si mbok harus menghadap Rabb-Nya, si anak tidak siap,
overdosis! (cinta "putaw" mengalahkan cinta Ibu). Puterinya itupun "pergi'
dalam kerinduan terhadap cinta si mbok, sementara sang ayah stroke karena
tidak bisa menerima kenyataan. Innaalillaahi. Ada juga ibu yang baru merasa
kehilangan ketika seorang anak sudah tidak bisa dipisahkan dengan kekasihnya
yang beda agama hingga "kawin lari" pun menjadi pilihan. Kebersamaan dengan
seorang Ibu tidak meninggalkan kesan apa-apa. Na'uzubillahi min zalik. Dan
mungkin banyak kisah ratapan anak-anak lainnya yang begitu rindu dibelai
oleh jari jemari ibu. Wallaahu a'lam.

Betapa berat amanah yang dipikul oleh seorang Ibu hingga Allah pun bersedia
"meletakkan" sorga-Nya di bawah telapak kaki Ibu. Kisah kepahlawan seorang
Ibu pun menjadi perhatian penting dalam tapak sejarah, seperti Al-Khansa
yang sanggup memotivasi dan menghantarkan putra-putranya mati syahid atau
Siti Asiah isteri Fir'aun yang menerjemahkan kasih sayangnya dengan membawa
putra-putranya "ikut" bersama menemui Khalik demi mempertahankan
keimanannya. Saya optimis! Masih banyak ibu-ibu di jaman sekarang yang tidak
rela mengurangi kehormatan sorga di bawah telapak kakinya. Wallaahu a'lam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS